Foto Rumah Adat Sade Desa Rembitan Kecamatan Pujut Lombok Tengah, NTB

Menilik Permasalahan Ketimpangan Gender di Desa Adat Sade

Mataram (NTB) Suluhtastura.id_ 12 November 2024 – Anggota baru Kelompok Pemerhati Sosial FHISIP UNRAM merilis kajian cepat mengenai potensi permasalahan ketimpangan gender yang terjadi di Desa Adat Sade. Kajian cepat ini merupakan bagian dari kegiatan Pendidikan Dasar Ke-35 yang wajib dilaksanakan oleh calon anggota baru Kelompok Pemerhati Sosial FHISIP UNRAM, sebagai sarana untuk mentransformasi wacana dan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat.


Dalam kajian ini, ditemukan bahwa Desa Sade memiliki budaya dan tradisi yang unik dan beragam, yang harus dilestarikan dan diwariskan. Namun, ada pula budaya dan tradisi tertentu yang berpotensi menimbulkan ketimpangan atau diskriminasi berbasis gender, seperti budaya awiq-awiq dan tradisi nyesek (menenun).


Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan tradisi dan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi, yang wajib dilestarikan oleh masyarakat. Budaya dan tradisi lokal di Indonesia tidak hanya memberikan warna pada dinamika kenegaraan, tetapi juga mempengaruhi keyakinan serta praktik keagamaan masyarakat, yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Tradisi dan budaya merupakan sumber daya penting bagi masyarakat dan harus dipertahankan. Namun, budaya dan tradisi tersebut sebaiknya tidak mengandung ketimpangan atau diskriminasi, termasuk diskriminasi berbasis gender.


Sade adalah sebuah dusun yang terletak di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Masyarakat Sade merupakan komunitas yang masih teguh memegang budaya dan adat istiadatnya. Hal inilah yang mendorong anggota Kelompok Pemerhati Sosial untuk melakukan kajian cepat terhadap tradisi dan budaya yang berkembang di sana, khususnya terkait dengan budaya awiq-awiq dan tradisi nyesek (menenun).


Menurut Sawaluddin dkk. (2022), awiq-awiq, yang juga dikenal sebagai tata krama, adalah norma adat yang mengatur kehidupan sosial masyarakat untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, beradab, dan berbudaya. Awiq-awiq memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat di Dusun Sade dan sampai saat ini masih dilestarikan serta menjadi pandangan hidup mereka. Salah satu ketentuan awiq-awiq yang diterapkan adalah larangan bagi perempuan untuk bekerja di luar desa dan kewajiban bagi mereka untuk tinggal di dalam desa. Selain itu, perempuan juga tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan umumnya hanya bersekolah hingga tingkat sekolah dasar. Pandangan ini berakar pada pemikiran masyarakat Sade yang menganggap pendidikan tinggi tidak terlalu penting karena sebagian besar masyarakat sudah dapat memperoleh penghidupan dari sektor pariwisata yang ada di wilayah mereka.


Selain terkait pendidikan, di Dusun Sade juga ada tradisi nyesek, yaitu tradisi menenun yang menjadi simbol kedewasaan dan identitas tubuh bagi perempuan. Tradisi ini masih dilestarikan sebagai salah satu syarat untuk menikah. Praktik ini, pada gilirannya, membatasi akses perempuan dan mencerminkan ketidaksetaraan gender yang ada di masyarakat.


Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender di Dusun Sade bukan hanya berupa diskriminasi terhadap perempuan, tetapi juga merupakan konstruksi sosial yang sudah tertanam lama melalui norma-norma adat dan tradisi. Untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih adil dan inklusif, diperlukan upaya yang tidak hanya mendorong perubahan pola pikir masyarakat, tetapi juga memberikan akses yang lebih besar bagi perempuan dalam bidang pendidikan dan kesempatan kerja. Upaya ini penting untuk menciptakan harmonisasi dan menguatkan prinsip kesetaraan hak bagi seluruh warga negara Indonesia, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.


Harapannya, masalah ini segera mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait untuk menemukan solusi yang tetap dapat mempertahankan warisan budaya dan tradisi sebagai kekayaan yang dapat memberdayakan masyarakat, tanpa mengabaikan hak dan kesejahteraan perempuan. (ST-01) 


Ditulis oleh : Dandy Ayub Prasetyo, Salsabila, Naiq Husna Daroja Liani (Anggota Kelompok Pemerhati Sosial FHISIP UNRAM)



DAFTAR PUSTAKA


Kusnandar, E. (2023). Budaya Patriarki dalam Masyarakat Sasak. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.


Halizah, A., & Faralita, R. (2023). Pengaruh Budaya Patriarki terhadap Kesetaraan Gender di Desa Sade. Jurnal Antropologi, 15(1), 23-32.


Khaerani, A. (2022). Pengaruh Budaya Patriarki terhadap Pendidikan Perempuan. Jurnal Pendidikan dan Sosial, 9(1), 15-22.


Saputro, S., & Yuwarti, M. (2016). Teori Konstruksi Sosial dalam Realitas Gender. Malang: Universitas Negeri Malang Press.


Sawaludin, S., Haslan, M. M., & Basariah, B. (2022). Eksistensi dan Peran Elit dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Masyarakat Dusun Sade Desa Rambitan Lombok Tengah. Jurnal IlmiahProfesi Pendidikan, 7(4b), 2426-2432.